Blogroll

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Pages

Wednesday, February 20, 2013


  Suku bangsa di Indonesia

Terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia.[1] atau tepatnya 1.340 suku bangsa menurut sensus BPS tahun 2010.[2]
Suku Jawa adalah kelompok suku terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai 41% dari total populasi. Orang Jawa kebanyakan berkumpul di Pulau Jawa, akan tetapi jutaan jiwa telah bertransmigrasi dan tersebar ke berbagai pulau di Nusantara [3] bahkan bermigrasi ke luar negeri seperti ke Malaysia dan SurinameSuku SundaSuku Melayu, dan Suku Madura adalah kelompok terbesar berikutnya di negara ini.[3] Banyak suku-suku terpencil, terutama di Kalimantan dan Papua, memiliki populasi kecil yang hanya beranggotakan ratusan orang. Sebagian besar bahasa daerah masuk dalam golongan rumpun Bahasa Austronesia, meskipun demikian sejumlah besar suku di Papua tergolong dalam rumpun bahasa Papua atau Melanesia. Berdasarkan data Sensus 2000, suku Tionghoa Indonesia berjumlah sekitar 1% dari total populasi.[3] Warga keturunan Tionghoa Indonesia ini berbicara dalam berbagai dialek bahasa Tionghoa, kebanyakan bahasa Hokkien dan Hakka.
Pembagian kelompok suku di Indonesia pun tidak mutlak dan tidak jelas akibat perpindahan penduduk, percampuran budaya, dan saling pengaruh; sebagai contoh sebagian pihak berpendapat orang Banten dan Cirebon adalah suku tersendiri dengan dialek yang khusus pula, sedangkan sementara pihak lainnya berpendapat bahwa mereka hanyalah sub-etnik dari suku Jawa secara keseluruhan. Demikian pula Suku Baduy yang sementara pihak menganggap mereka sebagai bagian dari keseluruhan Suku Sunda. Contoh lain percampuran suku bangsa adalah Suku Betawi yang merupakan suku bangsa hasil percampuran berbagai suku bangsa pendatang baik dari Nusantara maupun orang Tionghoa dan Arab yang datang dan tinggal di Batavia pada era kolonial.
Peta suku bangsa pribumi di Indonesia berdasarkan peta di ruang etnografi Museum Nasional Indonesia. Suku bangsa pendatang keturunan asing seperti keturunan Tionghoa, Arab, dan India tidak ditampilkan dalam peta, tetapi kebanyakan tinggal di kawasan perkotaan yang tersebar di Indonesia.
Proporsi populasi jumlah suku bangsa di Indonesia menurut sensus 2000 sebagai berikut:
Suku BangsaPopulasi (juta)PersentasiKawasan utama
Suku Jawa86,01241,7Jawa TimurJawa TengahLampung
Suku Sunda31,76515,4Jawa Barat
Tionghoa-Indonesia7,7763,7JakartaKalimantan BaratJawa Timur
Suku Melayu7,0133,4Pesisir timur SumateraKalimantan Barat
Suku Madura6,8073,3Pulau Madura
Suku Batak6,1883,0Sumatera Utara
Suku Minangkabau5,5692,7Sumatera BaratRiau
Suku Betawi5,1572,5Jakarta
Suku Bugis5,1572,5Sulawesi Selatan
Arab-Indonesia[4]5,0002,4JakartaJawa BaratJawa Tengah
Suku Banten4,3312,1Banten
Suku Banjar3,5061,7Kalimantan Selatan
Suku Bali3,0941,5Pulau Bali
Suku Sasak2,6811,3Pulau Lombok
Suku Makassar2,0631,0Sulawesi Selatan
Suku Cirebon1,8560,9Jawa Barat

Daftar isi

  [sembunyikan

[sunting]Kelompok kecil

Berbagai kawasan di Indonesia memiliki suku asli atau suku pribumi yang menghuni tanah leluhurnya sejak dahulu kala. Akan tetapi karena arus perpindahan penduduk yang didorong budaya merantau, atau program transmigrasi yang digalakkan pemerintah, banyak tempat di Indonesia dihuni oleh suku bangsa pendatang yang tinggal di luar kawasan tradisional sukunya.

[sunting]Beberapa suku bangsa menurut pulau

[sunting]Kelompok suku bangsa era Kolonial

Sejumlah kecil orang India, Arab, dan Tionghoa telah datang dan menghuni beberapa tempat di Nusantara sejak dahulu kala pada zaman kerajaan kuno. Akan tetapi gelombang imigrasi semakin pesat pada masa kolonial. Terbentuklah kelompok suku bangsa pendatang yang terutama tinggal di perkotaan dan terbentuk pada masa kolonial Hindia Belanda, yaitu digolongkan dalam kelompok Timur Asing; seperti keturunan Tionghoa, Arab, dan India; serta golongan Orang Indo atau Eurasia yaitu percampuran Indonesia dan Eropa. Warga keturunan Indo kolonial semakin berkurang di Indonesia akibat Perang Dunia II dan Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Kebanyakan beremigrasi atau repatriasi ke luar negeri seperti ke Belanda atau negara lain.


                                      Kelompok etnik

Kelompok etnik atau suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama.[1] Identitas suku pun ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut[2] dan oleh kesamaan budayabahasaagamaperilaku atau ciri-ciri biologis.[1][3]
Menurut pertemuan internasional tentang tantangan-tantangan dalam mengukur dunia etnis pada tahun 1992, "Etnisitas adalah sebuah faktor fundamental dalam kehidupan manusia. Ini adalah sebuah gejala yang terkandung dalam pengalaman manusia" meskipun definisi ini seringkali mudah diubah-ubah.[3] Yang lain, seperti antropolog Fredrik Barth dan Eric Wolf, menganggap etnisitas sebagai hasil interaksi, dan bukan sifat-sifat hakiki sebuah kelompok.[4] Proses-proses yang melahirkan identifikasi seperti itu disebut etnogenesis. Secara keseluruhan, para anggota dari sebuah kelompok suku bangsa mengklaim kesinambungan budaya melintasi waktu, meskipun para sejarahwan dan antropolog telah mendokumentasikan bahwa banyak dari nilai-nilai, praktik-praktik, dan norma-norma yang dianggap menunjukkan kesinambungan dengan masa lalu itu pada dasarnya adalah temuan yang relatif baru.[5]
Anggota suatu suku bangsa pada umumnya ditentukan menurut garis keturunan ayah (patrilinial) seperti suku bangsa Batak, menurut garis keturunan ibu (matrilineal) seperti suku Minang, atau menurut keduanya seperti suku Jawa.
Adapula yang menentukan berdasarkan percampuran ras seperti sebutan "orang peranakan" untuk campuran bangsa Melayu dengan Tionghoa, "orang Indo" sebutan campuran bule dengan bangsa Melayu, "orang Mestis" untuk campuran Hispanik dengan bumiputera, "orang Mulato" campuran ras Negro dengan ras Kaukasoid, Eurosia, dan sebagainya.
Adapula ditentukan menurut agamanya, sebutan Melayu di Malaysia untuk orang bumiputera yang muslim, orang Serani bagi yang beragama Nasrani (peranakan Portugis seperti orang Tugu), suku Muslim di Bosnia, orang Moro atau Bangsamoro di Filipina Selatan, dan sebagainya.


Pengertian dan Macam-macam Kelompok


1. Pengertian kelompok
Kelompok merupakan konsep yang sangat umum dipakai dalam sosiologi dan antropologi. Sebenarnya kelompok merupakan kumpulan manusia yang memiliki syarat-syarat tertentu, dengan kata lain tidak semua pengumpulan manusia dapat disebut sebagai kelompok.
Robert Biersted menyebut adanya tiga kriteria kelompok, yaitu: (1) ada atau tidaknya organisasi, (2) ada atau tidaknya hubungan sosial di antara warga kelompok, dan (3) ada atau tidaknya kesadaran jenis di antara orang-orang yang ada dalam kelompok dimaksud.
Berdasarkan analisis menggunakan tiga kriteria tersebut dalam masyarakat dikenal beberapa jenis atau macam kelompok, yaitu: (1) asosiasi, (2) kelompok sosial, (3) kelompok kemasyarakatan, dan (4) kelompok statistik.
Keterangan:
a. Asosiasi
Asosiasi merupakan kelompok yang memenuhi tiga kriteria Biersted tersebut. Suatu asosiasi atau organisasi formal terdiri atas orang-orang yang memiliki kesadaran akan kesamaan jenis, ada hubungan sosial di antara warga kelompok dan organisasi.
b. Kelompok sosial (Social Groups)
Kelompok yang para anggotanya memiliki kesadaran akan kesamaan jenis serta hubungan sosial di antara warganya, tetapi tidak mengenal organisasi, oleh Biersted disebut sebagai kelompok sosial.
c. kelompok kemasyarakatan (Societal Groups)
Kelompok kemasyarakatan merupakan kelompok yang berisi orang-orang yang memiliki kesadaran jenis saja, tidak ada hubungan sosial di antara orang-orang tersebut maupun organisasi, disebut sebagai kelompok kemasyarakatan (societal groups).
Misalnya kelompok laki-laki, kelompok perempuan. Orang sadar sebagai “sesama laki-laki” atau “sesama perempuan”, namun tidak ada organisasi ataupun komunikasi di antara mereka.
d. Kelompok statistik
Bentuk terakhir dari kelompok adalah kategori atau kelompok statistik, yaitu kelompok yang terdiri atas orang-orang yang memiliki kesamaan jenis (misalnya jenis kelamin, umur, pekerjaan, dan sebagainya), tetapi tidak memiliki satu pun dari tiga kriteria kelompok menurut Biersted.
Sebenarnya kelompok statistik bukanlah “kelompok”, sebab tidak memiliki tiga ciri tersebut. Kelompok statistik hanyalah orang-orang yang memiliki kategori statistik sama, misalnya kelompok umur (0-5 tahun, 6-10 tahun, dst.) yang dipakai dalam data penduduk Biro Pusat Statistik. Dalam kelompok ini sama sekali tidak ada organisasi, tidak ada hubungan antar-anggota, dan tidak ada kesadararan jenis.
Perbandingan antara kelompok dan perkumpulan sosial (asosiasi)
Perbedaan antara kelompok dengan asosiasi (perkumpulan) secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut.
Kelompok Sosial
Perkumpulan (asosiasi)

Kelompok primerPerkumpulan sekunder
GemainschaftGesellschaft
Hubungan familistikHubungan kontraktual
Dasar organisasi adatDasar organisasi buatan
Pimpinan berdasarkan kewibawaan/charismaPimpinan berdasarkan wewenang dan hukum
Hubungan berasas peroranganHubungan berasas guna/kepentingan dan anonim
Dengan rumusan lain, Robert M.Z. Lawang mengemukakan bahwa organisasi formal (asosiasi) merupakan kelompok dengan ciri-ciri sebagai berikut.
a. bersifat persistent (tetap/terus menerus),
b. memiliki identitas kolektif yang tegas,
c. memiliki daftar anggota yang rinci,
d. memiliki program kegiatan yang terus menerus, dan
e. memiliki prosedur keanggotaan.
2. Berbagai macam kelompok/asosiasi dalam masyarakat
a. In group-Out group
Ingroup (kelompok dalam) merupakan kelompok sosial di mana di antara anggota-anggotanya saling simpati dan mempunyai perasaan dekat satu dengan lainnya. Misalnya: kliq. Outgroup (kelompok luar) ialah kelompok yang berada di luar suatu kelompok yang ditandai oleh adanya antagonisme, prasangka atau antipati. Misalnya orang-orang kulit hitam di lingkungan orang-orang kulit putih. Klasifikasi kelompok demikian dikemukakan oleh W.G. Sumner (1940).
b. Kelompok Primer dan sekunder
Klasifikasi ini dikemukakan oleh C.H. Colley (1909). Kelompok primer dan sekunder dibedakan berdasarkan ada tidaknya ciri saling mengenal atau kerjasama yang erat dan bersifat personal di antara anggota-anggotanya. Kelompok dengan ciri demikian disebut kelompok primer, dan yang tidak disebut kelompok sekunder.
c. Gemainschaft dan Gesselschaft
Klasifikasi ini dikemukakan oleh Ferdinand Tonnies (1967).Gemainschaft (paguyuban) adalah suatu bentuk kehidupan bersama yang anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni, bersifat alamiah dan kekal. Hubungan antar-anggota kelompok paguyuban memiliki ciri : (1) intim, (2) privat, dan (3) eksklusif. Misalnya keluarga.
Menurut Tonnies, ada tiga tipe gemainschaft, yaitu: (1) gemainschaft by blood, contohnya keluarga atau kelompok kekerabatan (klen), (2) gemainschaft of place, misalnya orang-orang se-RT/RW, (3) gemainschaft of mind, yaitu paguyuban yang terdiri atas orang-orang yang memiliki jiwa atau ideology yang sama, sehingga meskipun bertempat kediaman yang saling berjauhan dan tidak memiliki kesamaan keturunan/keluarga tetapi tetap memiliki hubungan yang erat, intim, kekal dan dalam. Misalnya: kelompok keagamaan (umat), sekte, kelompok kebatinan, dan sebagainya.
Sedangkan Gesselschaft (patembayan) adalah suatu bentuk kehidupan bersama yang didasarkan pada ikatan lahir dan bersifat kontraktual. Contohnya: Sebuah Perusaahaan atau organisasi buruh.
d. Kelompok Formal dan Informal
Klasifikasi ini dikemukakan oleh van Doorn dan Lammers (1964). Kelompok formal merupakan kelompok yang mempunyai peraturan-peraturan yang tegas dan sengaja diciptakan. Di dalam kelompok formal terdapat pembatasan yang tegas mengenai hak-hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab anggota-anggota kelompok sesuai dengan statusnya masing-masing, baik fungsional maupun struktural.
Kelompok informal merupakan kelompok yang dibangun berdasarkan hubungan-hubungan yang bersifat personal dan tidak ditentukan oleh aturan-atuan yang resmi.
e. Kelompok organik dan mekanik
Klasifikasi ini dikemukakan oleh Emmile Durkheim didasarkan pada ada tidaknya pembagian kerja dalam kelompok. Di dalam kelompok organik terdapat pembagian kerja yang rinci dan tegas di antara anggota-anggotanya, sedangkan pada kelompok mekanik tidak terdapat pembagian kerja. Ada tidaknya pembagian kerja ini menimbulkan pula sifat solidaritas antar-anggota yang berbeda. Pada kelompok organik terdapat solidaritas organik, dan dalam kelompok mekanik terdapat solidaritas mekanik.
f. Membership dan reference group
Klasifikasi ini dikemukakan oleh Robert K. Merton. Membership Group merupakan kelompok dengan anggota-anggota yang tercatat secara fisik sebagai anggota. Sedangkan reference group merupakan kelompok acuan, maksudnya orang menjadikan kelompok yang bersangkutan sebagai acuan bertindak dan berperilaku, walaupun secara fisik ia tidak tercatat sebagai anggota.
g. Kelompok-kelompok semu dan tidak teratur

1) kerumunan
Kerumunan ialah sekumpulan orang yang tidak terorganisir dan bersifat sementara. Suatu kerumumnan dapat memiliki pemimpin, tetapi tidak memiliki struktur dan pembagian kerja. Identitas seseorang akan tenggelam apabila berada dalam sebuah kerumunan.
Tipe-tipe kerumunan
a) Khalayak penonton (pendengar formal/formal audience)
Kerumunan demikian mempunyai perhatian dan tujuan yang sama, misalnya penonton bioskop, pengunjung khotbah agama, dsb.
b) Kelompok ekspresif yang direncanakan (planned expressive group)
Kerumunan yang terdiri atas orang-orang yang mempunyai tujuan sama tetapi pusat perhatiannya berbeda-beda, misalnya kerumunan orang-orang yang berpesta
c) Kumpulan orang yang kurang menyenangkan (inconvinentaggregations)
Dalam kerumunan semacam ini kehadiran orang lain merupakan halangan bagi seseorang dalam mencapai tujuan. Misalnya: antre tiket, kerumunan penumpang bus, dst.
d) Kumpulan orang-orang yang panik (panic crowd)
Ialah kerumunan yang terdiri atas orang-orang yang menghindari bencana/ancaman. Misalnya pengungsi
e) Kerumunan penonton (spectator crowd)
Yaitu kerumunan orang-orang yang ingin melihat sesuatu atau peristiwa tertentu. Kerumunan semacam ini hampir sama dengan formal audience, tetapi tidak terencana
f) Lawless crowd
Yaitu kerumunan orang-orang yang berlawanan dengan hukum, misalnya: acting mobs, yakni kerumunan orang-orang yang bermaksud mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan kekuatan fisik. Contoh lain: immoral crowd, seperti formal audience, tetapi bersifat menyimpang.
2) publik (massa)
Seringkali disebut dengan khalayak umum atau khalayak ramai. Publik semacam dengan kelompok hanya tidak menjadi kesatuan, hubungan sosial terjadi secara tidak langsung, melainkan melalui alat-alat komunikasi massa, seperti: media massa cetak, elektronik, termasuk pembicaraan berantai, desas-desus, dan sebagainya.


KELOMPOK SOSIAL MULTIKULTURAL


Didorong oleh naluri hasrat sosial, individu berinteraksi dengan individu lain sehingga terbentuk kelompok atau kesatuan sosial. Berbagai kelompok sosial dari yang terkecil(keluarga) hingga kesatuan sosial terbesar(organisasi dunia) terbentuk atas dasar adanya kesamaan faktor ikatan sosial tertentu. Sesuai dengan ikatan sosialnya, kita mengenal beberapa jenis kelompok sosial sebagai berikut.
1. Kelompok geneologis/keturunan, sakral/kepercayaan, dan wilayah/territorial
2. Paguyuban/gemeinschaft dan patembayan/gessellschaft
3. Kelompok primer dan sekunder
4. Kelompok formal dan nonformal
5. Kelompok tradisional dan modern

MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Dilihat dari segi struktur sosial dan budayanya, masyarakat indonesia memiliki kemajemukan(multikultural) yang cukup kompleks. Banyak kelompok dengan struktur sosial dan corak budaya yang khas dapat hidup berdampingan dengan baik. Nilai dan norma sosial-budaya dalam sub-kelompok masyarakat terbentuk atas dasar ikatan primordial (suku,agama,ras, maupun kedaerahan). Jadi multikultural atau kemajemukan masyarakat tidak lain merupakan keragaman secara horizontal yang melihat perbedaan atas dasar jenis suku,agama,ras, maupun golongan. Berikut ini beberapa konsep yang menunjukkan kemajemukan:


                            Multi-etnis        --->    Masyarakat plural
                            Multi-lingual     --->    Masyarakat heterogen
                            Multi-religi       --->    Masyarakat majemuk
                            Multi-ras         --->     Masyarakat multikultural

                           
                                 
 CIRI MASYARAKAT MULTIKULTURAL


1. Terdiri dari sub-kelompok dan sub-sistem budaya yang berbeda (heterogen)
2. Struktur sosial dengan banyak lembaga yang non-komplementer
3. Potensi konflik horizontal karena perbedaan aspek primordial
4. Integrasi yang tercipta berdasarkan paksaan dan ketergantungan ekonomi
5. Kesulitan mencapai konsensus terhadap nilai-nilai dasar bersama
6. Dominasi politik kelompok sosial tertentu

TIPE KONFIGURASI MASYARAKAT MULTIKULTURAL

1. Konfigurasi
Berdasarkan pertandingan jumlah dan peranan dari sub-sub kelompok sosial dalam masyarakat: mayoritas dominan, minoritas dominan, kompetisi seimbang, dan fragmentasi (dalam aspek jumlah dan peran sosial)

2. Komposisi
Dalam bentuk mayoritas-minoritas (jumlah populasi), pribumi-nonpribumi (asal keturunan), Jawa-Luar Jawa (wilayah), dan sebagainya.


SEBAB TERJADINYA MULTIKULTURAL

Masyarakat hidup di bumi, hidup dari bumi, dan hidup untuk mengolah bumi. Kenyataan tersebut mendasari adanya kaitan antara faktor bumi (geografis) dengan corak kehidupan masyarakat. Secara sosiologis, beberapa kondisi geografis yang melatarbelakangi atau menjadi sebab munculnya kemajemukan masyarakat adalah:

1. Isolasi Geografis
Bentuk wilayah kepulauan indonesia terdiri dari ribuan pulau yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Secara historis sosiologis, di masa lalu ketika peralatan teknologi komunikasi dan transportasi sangat terbatas dan penduduk tersebar di berbagai pulau, maka terjadilah isolasi sosial (keterputusan interaksi) di antara sub-kelompok masyarakat. Sesuai kebudayaannya sendiri yang semakin berbeda dari kebudayaan asal. Akibat selanjutnya, terjadilah diversifikasi budaya yang melahirkan multikultural (banyak budaya). Setiap sub-budaya didukung oleh sub-kelompok sosial yang dinamakan suku. Dengan demikian dapat ditegaskan, bahwa isolasi geografis menyebabkan munculnya keragaman kelompok sosial (multi-etnis) yang mengembangkan sub-budaya masing-masing.

2. Posisi Strategis (Perlintasan Hubungan Antarbangsa)
Letak wilayah indonesia di antara dua benua dan dua samudera mempunyai banyak keuntungan dan tantangan sehingga dikatakan sangat strategis. Bangsa-bangsa besar dunia banyak yang melewati indonesia dan selanjutnya mereka tertarik untuk menjalin hubungan dengan masyarakat indonesia untuk mendapatkan manfaat demi kepentingan ekonomi (gold/emas), kekuasaan (glory/politik), maupun sosial-budaya (gospel-god/agama). Bangsa belanda misalnya, pertama datang ke indonesia untuk berdagang, namun selanjutnya menjajah. Kedatangan bangsa-bangsa besar ke indonsia tersebut memberikan pengaruh bagi kemajemukan agama dan ras (multireligi dan multiras). Mengapa? Hubungan perdagangan dalam waktu yang sangat lama di masa lalu hingga kini, serta hubungan penjajahan berabad-abad di waktu lampau memungkinkan terjadinya penyebaran budaya (dan agama) bangsa asing ke dalam masyarakat indonesia. Realitas sosiologis dari masa lalu tersebut melatarbelakangi munculnya kemajemukan ras.

3. Faktor Ekologis
Struktur tanan, iklim, dan topografi wilayah berpengaruh terhadap sistem sosial ekonomi masyarakat. Daerah jawa dan bali misalnya, banyak ditemukan sistem pertanian sawah (lahan basah) sedangkan di wilayah lainnya lebih banyak perkebunan (lahan kering). Jadi kondisi ekologis-geografis melatarbelakangi terjadinya kemajemukan ekonomi karena masyarakat mengembangkan mata pencaharian sesuai daya dukung lingkungan. Selanjutnya, masyarakat petani sawah mengembangkan nilai budaya gotong royong secara lebih nyata, karena mereka dituntut untuk melakukan kerjasama dalam kegiatan tani, seperti pengaturan irigasi, penanaman dan panen padi, maupun pengolahan tanah.

PENGARUH / AKIBAT MULTIKULTURAL

Kondisi sosial masyarakat indonesia yang majemuk (multikultural) mempunyai konsekuensi terkait dengan hal-hal yang bersifat primordial. Kemajemukan dalam hal suku, agama, ras, maupun golongan mengakibatkan munculnya permasalahan sosial yang perlu disikapi secara bijaksana. Permasalahan tersebut antara lain:
1. Sentimen etnis dalam bentuk etnosentrisme sebagai akibat dari fanatisme kesukuan.
2. Sentimen agama karena fanatisme keberagaman.
3. Sentimen ras atau rasisme.
4. Sentimen kewilayahan yang dapat memunculkan sparatisme.
5. Politik aliran sebagai akibat dari primordialisme dalam kehidupan politik kenegaraan.
6. Sikap eksklusif (eksklusivisme)
7. Kesetiaan tradisional yang merupakan akibat dari sikap mempertahankan kebiasaan secara turun temurun.
8. Fanatisme yang disebabkan oleh keterbatasan wawasan dan kedangkalan pemahaman terhadap keragaman sosial-budaya, terutama keragaman agama.
9. Ekstremisme, yakni sikap berlebihan dalam berpendapat. Pendapat sendiri dianggap paling benar disertai sikap tidak bersedia meneirma pendapat pihak lain.

PERILAKU DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Permasalahan hubungan di antara kelompok horizontal atas dasar perbedaan suku, agama, ras, kedaerahan, maupun glongan dalam masyarakat perlu disikapi secara rasional dengan mengedepankan semangat nasionalisme sehingga tidak mengganggu proses penguatan integrasi sosial dalam rangka menjaga keutuhan masyarakat mejemuka. Upaya yang tepat untuk mendorong intergrasi sosial masyarakat indonesia yang multikultural adalah pendidikan multicultural. Tujuan dari pendidikan tersebut tidak lain utnuk membangun sikap mental yang sesuai dengan kondisi masyarakat multikultural, seperti:
     1.Toleran terhadap kemajemukan sosial dan budaya dalam masyarakat. Pengembangan toleransi sosial dapat mengurangi sikap fanatik berlebihan terhadap perbedaan horizontal (suku,agama,ras, dan antargolongan)
     2.Sikap inklusif yakni kesediaan untuk menerima dan mengakui kehadiran individu lain yang memiliki latar belakang sosial budaya berbeda dengan dirinya. Jadi pendidikan multicultural dimaksudkan untuk mengurangi eksklusivitas kelompok primordial.
     3.Sikap akomodatif yakni kerelaan menerima aspirasi dari kelompok sosial lain yang berbeda. Dalam kehidupan berpolitik, sikap akomodatif dapat mengurangi ptensi konflik maupun disintegrasi.
     4.Sikap demokratis dan antidiskriminasi. Pengembangan sikap menghormati hak asasi manusia tanpa melihat latar belakang primordial dapat mengurangi potensi munculnya politik aliran yang diskriminatif. Dari segi politik, sikap demokratis dan antidiskriminasi dapat mendorong semangat nasionalisme